WHAT'S NEW?
Loading...

Pengawetan Kayu sebagai Solusi Degradasi Kayu dan Deforestasi Hutan



Indonesia mengalami peningkatan kepadatan pemukiman setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya komplek perumahan yang tidak hanya memadati wilayah perkotaan tetapi juga pedesaan. Berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,64 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49% per tahun. Semakin banyak penduduk maka semakin banyak pula kebutuhan sumber daya hutannya, terutama kayu.

Kayu merupakan kebutuhan pokok dalam proses pembangunan sehingga tak ayal jika kebutuhan kayu semakin meningkat. Akan tetapi meningkatnya kebutuhan ini tidak diikuti dengan ketersediaannya. Kurangnya produksi kayu dari hutan tanaman mengakibatkan pasokan kayu beralih dari jenis komersiil ke non komersiil atau jenis kayu kurang dikenal (Lesser known species) dari hutan alam atau sekunder.

“Ada beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh industri kayu dalam mengefisiensikan penggunaan bahan bakunya, salah satunya dengan mengawetkan produk kayu sehingga lebih  tahan lama dalam pemakaian.”Barly dan Subarudi via Mohamad Iqbal (2013)

Rayap, Organisme Perusak Kayu


Pengawetan kayu  merupakan salah satu cara untuk meningkatkan umur pakai dengan memasukkan bahan kimia yang cocok dalam kayu agar terhindar dari degradasi kayu oleh organisme perusak dan atau faktor biotis.  Permintaan kayu yang semakin meningkat dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengganti kayu non komersiil yang umur pakainya singkat dan mutu kekuatannya rendah karena jika tetap menggunakan kayu komersiil harga yang dipatok terlampau tinggi. Tentu saja hal ini merugikan konsumen karena umur pakainya yang cenderung singkat dan mengancam keamanan penghuninya.

“Pengawetan kayu bangunan ditinjau dari kepentingan makro, memiliki peran penting dalam perlindungan aset nasional berupa perumahan dan peningkatan efisiensi pemanfaatn sumber  daya hutan yang semakin menurun. Sedangkan bila ditinjau dari pihak masyarakat pemakai bangunan, pengawetan kayu bangunan dapat meningkatkan kualitas suatu bangunan dalam jangka panjang.” Batubara via Mohamad Iqbal (2013)
Proses Pengawetan Kayu (gambar diambil dari Kompas online)






Ada beberapa metode pengawetan kayu yang cukup dikenal luas oleh masyarakat antara lain perendaman, laburan, rendaman panas dan dingin, dan vacum tekan.  Kesemua metode pengawetan tersebut menggunakan bahan kimia pengawet dalam prosesnya. Bahan kimia ini berfungsi sebagai racun bagi organisme perusak kayu. Adapun di Indonesia, bahan kimia pengawet diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu bahan pengawet larut air, bahan pengawet larut minyak, dan bahan pengawet berupa minyak. Beberapa contoh bahan kimia pengawet yang sering digunakan dalam praktiknya antara lain Sipermetrin 50 g/l (0,25 %), Permetrin 200 g/l (0,25%), dan Azakonazol 200 g/l (1-2 %).


“Pengawetan yang dilakukan dengan baik terhadap jenis kayu yang kurang atau tidak awet dapat meningkatkan umur pakai kayu tersebut 5 sampai 10 kali lipat.” Martawijaya dan Barly via Mohamad Iqbal (2013)

Analisis yang telah dilakukan oleh Kementrian Kehutanan mengungkapkan bahwa pasokan kayu yang dibutuhkan saat 15 tahun pertama untuk membangun dan mengganti rumah yang lapuk (tidak diawetkan) sebesar 432 juta m3, sedangkan pasokan kayu yang diawetkan untuk membangun saja hanya 216 juta m3. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu 15 tahun pertama kayu yang diawetkan dapat menghemat sebesar 14,4 juta m3/tahun. Jumlah tersebut sama dengan 28,8 juta m3 kayu bulat yang jika dikonversi setara dengan dengan 192.000 ha dengan asumsi potensi kayu per hektar 150 m3. Hasil analisis ini tentu dapat menjadi solusi alternatif bagi pemerintah dalam menekan laju deforestasi di Indonesia.





Sumber Referensi:

Anonim. 2011. Pengawetan Kayu Bahan Bangunan. Cara pengawetan kayu bahan bangunan _    ilmusipil.comDiakses tanggal 25 Februari 2014 pukul 13.50 WIB

Eko, Juni. 2012. Cara Mengawetkan Kayu. www.kompas.com. Diakses tanggal 25 Februari 2014 pukul 13.50 WIB

Majalah “FORPRO” Vol 2.1, edisi Juni 2013


0 comments:

Post a Comment