WHAT'S NEW?
Loading...

Jangan Ada Bohong Di Antara Kita



doc forum.viva.co.id


Pernahkah kita takut kehilangan?
Kemudian dengannya justru membawa kita pada suatu ketidakjujuran?
Tentu saja, itu sudah menjadi kebiasaan yang wajar dilakukan.

Entah deh, pagi ini rasanya begitu sesak. Amat amat sangat. Why Dian, why? Any someone else made you sad (again)?

Bukan someone-nya sih, tapi lebih tepatnya adalah kenyataan si someone yang nggak jujur (dan ketidakjujurannya terbuka oleh saya sendiri. Huh!). Ya mungkin ketidakjujuran itu seperti pathogen yang udah menyerang psikis si doi sehingga akhirnya menyebarlah pathogen itu ke dalam jaringan tubuhnya *halah. Dan pada akhirnya… menjadikan suatu ketidakjujuran sebagai kesehariannya.

Orang Jawa sih bilang orang yang kayak begitu disebut dengan lamisan. Huwooo huwooo.

Nah… menurut surveynya LSCL (Lembaga Survey Cak Lontong) ketidakjujuran telah mendarah daging pada hampir seluruh umat manusia di muka bumi sejak ia menginjak usia 13 tahun. Yah, tepatnya ketika menginjak usia remaja. Di usia – usia tersebut, manusia telah tersadar akan pentingnya mengambil sikap tidak jujur.

Contoh nih, suatu ketika di kelas seorang murid SMP diminta untuk mengumpulkan PR (Pekerjaan Rumah) di meja gurunya. Si murid yang memang malas beud buat ngerjain PR itu lantas ngeles kepada sang guru. Dia berkilah bahwa tugasnya ketinggalan di kios pasar burung (ceritanya si anak ini memang suka membantu ayahnya berjualan burung *eh,burung?). Sang gurupun memaklumi keadaannya dari cerita tipu – tipu berhadiah yang direkayasanya. Si murid bilang, sehari lalu dia membantu ayahnya berjualan burung hingga larut, sampai akhirnya buku yang dipakainya menulis PR tertinggal di kios. Dan yeaay! Pembohongan berhasil. Si murid lantas senang bukan kepalang. Hari – hari berikutnya, si murid kecanduan berbohong. Dia nggak cuma berbohong untuk PR – PR nya! Tapi juga untuk hal – hal yang lain. Untuk memanfaatkan kesempatan.

Ya, orang akan terus meningkatkan kelihaian berbohongnya ketika suatu kebohongan berhasil digunakannya untuk memperoleh kesempatan.

Well, disini saya nggak akan membahas suatu pembohongan dalam skala besar, seperti KORUPSI (mungkin?). Not for this. To be honest, saya terkadang juga heran kenapa ya kita mudah banget terlena untuk mengatakan apa yang sebenarnya tidak ingin kita katakan? Kita takut kehilangan sesuatu sehingga tak jarang itu mengharuskan kita untuk berbohong, isn’t it?

*garuk – garuk tembok *gigit – gigit leptop *tidur

Nih ya, pernahkah kita (saya dan jenengan) mendapatkan suatu pengalaman dimana seseorang bercerita pada kita tentang sesuatu yang memang secara audiovisual itu sangat riil dan masuk akal. Tetapi setelahnya ada ‘sesuatu’ yang membisiki telinga kita bahwa sepertinya si orang itu tidak mengungkapkan kebenaran. Yaa, it seemed you have (uhmm) sixth sense! Nah, itu yang sesungguhnya terjadi! Bukan… bukan tentang sixth sense tapi tentang suatu perlindungan yang diberikan oleh otak kita. Ini umum terjadi. Pernah mengalami, ‘kan?

Sejatinya, otak kita punya kemampuan yang luar biasa! Dalam suatu tulisan anonim di www.akuinginsukses.com Otak memiliki kemampuan membaca dengan cepat semua yang ditangkap oleh indra penglihatan kita serta menguraikan tanda maupun sinyal (termasuk didalamnya modus dan kode. Hwehehe). Hebatnya lagi, kemampuan otak ini bisa diasah lho! Nah, malanglah buat para oknum yang suka berbohong. Otak tidak dilatih untuk memiliki kemampuan seperti yang saya sebutkan di atas, melainkan kemampuan untuk berbohong. So bad! Jadi ibaratnya begini, ketika dia gemar berbohong, kemampuan otak untuk “melindungi”nya dari kebohongan orang lain semakin menurun. Ketika dia semakin gemar berbohong, maka semakin banyak juga nantinya kebohongan yang diterimanya.

Maksudnya menerima kebohongan?

Begini, anggaplah seorang murid hobi banget membuka “catatan kecil”nya setiap ujian berlangsung. Oke sih, dia –mungkin- jadi juara kelas, tapi apa itu abadi? Nggak lah ya…

Nah, contoh eksplisitnya bisa kita imajinasikan dengan berbagai cara. Hehehe. Pada intinya kebahagiaan yang diterima oleh si pembohong adalah kebahagiaan semu semata J

Oh iya, ada info istimewa nih!

Dari www.ruangpsikologi.com saya mengutip bahwa ada perbedaan alasan mengapa perlu berbohong di antara kaum adam dan kaum hawa. Meskipun semua jenis kelamin berbohong dalam frekuensi yang sama, namun untuk kaum hawa sebagian besar berbohong dengan alasan untuk melindungi perasaan seseorang. Sedangkan kaum adam, sebagian besar berbohong karena lebih berorientasi pada diri dan kepentingan. Nah lo, yang cewek, yang punya pasangan, patut untuk berhati – hati *iket kepala*.

Terus gimana sih cara kita bisa mendeteksi apakah lawan bicara kita tengah berbohong atau tidak?

Sebenarnya, aku yakin, sejatinya, aku sangat yakin, bahwasanya… haiisssh. Kita sebenarnya sudah punya kemampuan membaca apakah si dia lagi berbohong atau memang mengungkapkan kejujuran. Yang umum kita jadikan metode yaitu dengan melihat tatapan matanya. Jika tatapan si dia kemana – mana, ngalor ngidul, nggak fokus ke kita yang sebagai lawan bicaranya, hampir bisa dipastikan bahwa dia sedang menutupi sesuatu. Kok gitu? Ya nalarnya ketika dia yakin dengan apa yang diungkapnya maka keyakinan itu juga akan ditunjukkan oleh bahasa tubuhnya, termasuk mata.

But so far, don’t judge them as lier by their covers. Karena terkadang, beberapa orang punya kelemahan mengungkapkan sesuatu dengan ragu – ragu. Sekalipun itu benar.

Saya pribadi sebenarnya nggak terlalu paham juga bagaimana cara mendeteksi kebohongan seseorang. Ada sih alat yang bisa buat menguji kebohongan, lie detector namanya. Ya keuleus kita kudu bawa – bawa alat itu untuk tahu apakah lawan bicara kita lagi bohong atau jujur. Hahaha. Lagipula alat itu biasanya cuma digunakan di pengadilan :D :v

Ilmu ini biasanya dipelajari oleh para psikolog (hayooh yang mahasiswa psikolog unjuk rasaa). Kalau kata seorang kawan di UPI yang juga mengambil jurusan psikologi berujar bahwa ilmu mempelajari kebohongan *eh* dipelajari dalam mata kuliah Ilmu Pernyataan pada bab Gesture. Hoohoo yang mau memperdalam ilmu mempelajari kebohongan seseorang dan bagaimana menangkisnya, bisa tuh belajar dari mereka (psikolog). Jangan disini, jangan sama saya, karena saya adalah seorang rimbawan, mantan calon mahasiswa psikologi, yang sampai sekarang masih suka dengan dunia psikologi. Hahahaha.

Oke reader yang saya cintai, sebelum perbincangan ini berakhir ada wise words dari Ali bin Abi Thalib bahwa “Orang yang melakukan kebohongan akan mendapatkan tiga hal: Kemurkaan Allah, kebencian malaikat, dan dilecehkan sesama manusia.”

Na’udzubillah. Padahal seringnya dari kita (juga saya) sering menjadikan kebohongan sebagai alat penyelamat. Alibinya sih demi kebaikan ya…
Aduh mama sayangee, sepertinya kita (juga saya) perlu belajar menjaga lisan baik – baik :’(

Perlu berpikir ribuan kali untuk mengungkapkan suatu hal yang sebenarnya berlawanan dengan kata hati (sekalipun itu sebenarnya membawa kita pada keberuntungan). Ada yang mengatakan jujur itu ajur (ajur: sia-sia). Tapi sesungguhnya memang, tidak ada pedang seperti kebenaran dan tidak ada pertolongan seperti kejujuran.

Nah kan? Cerita saya yang 'pagi ini begitu sesak' kok meluber kesana kemari. Hohoho. Maafkan J Yang penting mah sama – sama belajar hehehe. Gemericik air di bak mandi sudah memanggil nih, saya pamit undur diri dulu ya reader J Terimakasih banyak sudah berkunjung dan membaca J Maafkan atas keterbatasan saya dalam membagi apa yang sedikit saya ketahui..

----------------------
Catatan:
Perbedaan bohong, tipu dan dusta menurut http://www.psikoterapis.com/ 

Kata ‘bohong’ (kata kerjanya adalah berbohong) cenderung digunakan untuk kasus-kasus yang bernuansa netral dan biasa. Sebaliknya kata ‘tipu’ biasa digunakan pada kasus-kasus yang cenderung menimbulkan kerugian pihak yang dibohongi atau yang ditipu. Nuansanya cenderung lebih suram atau berbau kriminalitas daripada kata ‘bohong’.  Kata ‘dusta’ cenderung digunakan pada saat bohong dilakukan, sekaligus adanya pengingkaran terhadap sesuatu yang diyakini benar oleh umumnya masyarakat.

--------------------------------------

Yog, 18 Juli 2014

0 comments:

Post a Comment