Untuk Bapak (calon) Presiden yang Terhormat
Malam kian melagut
Selarut mata – mata lelah yang telah terpejam
Selarut dewa dewi yang masih mencumbu dalam cinta
Selarut dentuman hingar bingar para muda yang terlampau muda
Di ujung stasiun kereta tua itu berhenti, terlengkapi dengan
lengkingannya yang khas
Lalu berduyun – duyun dating segala rupa beradu dengan dinginnya
malam
Ada yang tak terlihat di balik langkah kaki arogan itu
Selimut – selimut lusuh, karung bekas kumal, menyelimuti tubuh
mereka yang tak kunjung sempat mencicipi nikmatnya duniawi
Oh, lekas tersadarlah dari lamunan
Di sudut – sudut kota masih kau temui orang – orang tua
Yang renta dimakan usia sibuk mengais nasi di gunungan sampah
Kemanakah anak – anaknya?
Di pinggir – pinggir jalan masih kau temui bocah bermata kuyu
menggigil kedinginan, minta disekolahkan
Kemanakah ayah-bundanya?
“ Yang kaya makinlah kaya, yang miskin tetaplah miskin”
Negara macam apa?
Lengkingan kereta tua kembali memekikkan telinga
Dan roda baja itu kembali berputar
Ada perjalanan yang harus dilanjutkan
Tapi tidak untuk mereka yang dicurangi atas nama kekuasaan
Suatu malam, di
Yogyakarta
Juni 2014
SUMBER: si-jalang.blogspot.com |
0 comments:
Post a Comment