The Unspoken #1: Mak, Dian Kena Batu Ginjal
Ramadhan kali ini benar - benar penuh berkah dan hidayah. Alhamdulillah,
di bulan sangat disucikan Allah ini saya sakit.
Wehehehe. Sakit kok Alhamdulillah..
Iyalah, ini sakit bukan sembarang sakit. Ini sakit ada cerita
yang sangat fenomenal di dalamnya. Naaah, mau tau ceritanya gimana? Sudah siaaap?
Sudaah? Okay, let’s read together ;)
Berawal di bulan Juni 2014, saya mendadak mengalami mual yang
luar biasa. Nggak cuma mual, geng! Tapi juga rasa nyeri di ulu hati dan perut bagian
bawah sebelah kanan. Tepatnya di sekitar bawah pusar. Rasa nyeri itu kemudian
menjalar ke pinggang, pangkal paha dan paha.
Saya sih waktu itu mikir kalau ini gejala PMS (kebetulan saya
wanita). Jadi antisipasi yang saya lakukan adalah menambah porsi makan dan
tidur. Rasa itu kemudian hilang beberapa hari, tepatnya sampai minggu tenang pra
ujian akhir. Syukurlah, minggu tenang saya bisa tidur eh belajar dengan tenang.
Syukur syukur sakitnya sudah hilang, eeh pas hari H ujian
akhir, sakit itu melanda lagiiii! Ya Allah, ujian yang berlipat - lipat harus
saya terima di akhir bulan itu. Baiklah, hidup yang kujalaniii.. masalah yang
kuhadapiiiii… semua yang terjadiii, pasti ada hikmahnyaaa… Dian, fo-kus.
Nah, bayangin geng.. saat itu saya mengalami sakit yang luar
biasaah! Dan saya juga harus mengerjakan soal - soal ujian akhir yang nggak
kalah luar biassaahnya (apalagi soal ujian *ehem* dasar - dasar ekonomi
kehutanan).
Waktu itu saya nekat berpuasa juga. Saya yakin seyakinnya,
puasa justru akan memberi kesehatan untuk tubuh saya. Yuhuu! Dan keyakinan saya
berbuah manis saat saya berhasil menuntaskan ujian akhir tanpa efek samping
apapun! Tanpa nangis. Tanpa pingsan.. Jadi tanpa harus ikut susulan. Alhamdulilllah…
^_^
Oke singkat cerita…
Tanggal 19 Juli 2014. Pagi itu tepatnya pukul 9, perut saya
bergejolak. Muaaaaaaal bangett. Mau muntah kagak bisaa. Masih untung gitu ya
kalo ada yang keluar dari perut ini. Setidaknya lebih ringanlah. Saya mencoba uek-uek in, tapi masih aja nggak bisa. Duh,
mewek saya jadinya. Yang saya rasakan waktu itu sama persis yang saya rasakan
waktu di bulan Juni lampau. Tapi lebih… lebih parah!
Perut bawah bagian kanan saya seperti dihujam bamboo runcing.
Sakitnyaaa maak, minta ampun! Huhuhuhu. Kemudian kesakitan tadi merembet lagi,
ke pinggang, pinggang belakang, pangkal paha, terus kaki kanan seluruhnya. Keluarga sih belum ada yang tahu soal ini. Saya
memang sengaja memendamnya. Takut keluarga bakal syalala huwo huwoo (read: panik super).
Langkah pertama yang saya ambil saat itu adalah GOOGLING.
Yeah. Ini sudah jadi pedoman bagi semua
umat (kan?). Google seakan menjadi dokter andalan ketika gejala sakit menyerang.
Ketik gejalanya, enter, dan kemudian Google akan memberikan penjelasan apa
sebenarnya yang telah kita hadapi dan alami saat itu *halah. Yan, fokus yan.
Setelah memasukkan
keyword semidekian rupa, muncullah beberapa tulisan. Dan yang paling banyak
tulisan yang muncul adalah mengenai usus buntu. USUS BUNTU?!
Oh tidak. Tidak mungkin! Semasa kuliah aku memang mengonsumsi penyetan dan burjo! Tapi
apa boleh buat? Aku telah berusaha semampuku untuk makan makanan yang lain. Tapi
perut ini menolaknya! Dan sekarang anda berkesimpulan aku mengidap usus buntu. Tidak!
Tidak mungkiiiin! *jedeerr*
Begitulah, tetiba saja saya hopeless. Geng, usus buntu itu menyeramkan!
Keesokan harinya, sakit yang saya rasakan semakin menjadi. Saya
tidak bisa bangkit dari tidur. Luar biasa sakitnya di perut bawah bagian kanan
ini. Saya pun meraung - raung. Keluarga panik bukan kepalang. Dibawanyalah saya
ke rumah sakit daerah. Di sana, dokter melakukan cek lab berupa cek darah dan
cek urin. Katanya sih untuk cari tahu apakah ada infeksi atau tidak.
Jeng jeng jeng..
Dari hasil cek darah, darah saya bagus dan normal.
Dari hasil cek urin…. Mengatakan bahwa ada tumpukan oksalat
dalam ginjal saya.
Bersambung ke The
Unspoken #2
Catatan: Sakit bukan alasan untuk tidak menulis, bukan alasan
untuk tidak berkarya J