WHAT'S NEW?
Loading...

Kuatlah, Nak!

23 JUNI 2014---

Ragaku..
mengapa kini kau begitu ringkih?
apa yang sebenarnya kau rasakan?
sakit?

aku bisa merasakannya, kesakitan itu..
ya, kadang tanpa mengenal waktu
tanpa mengenal tempat
menyerang begitu saja

seperti sekarang,
aku merasakan perut bagian kanan bawah sakitnya minta ampun...
kadang juga, ketika geram menyerang, dada ini nyeri luar biasa.

Heiii, kau kenapa?

Jangan lemah!
Kuatlah, Dian. Kuatlah!

Kau tak ingin seperti ini lagi?

Saat perayaan ultah PD UGM ke 38
 Lihat ceriamu, Dian. Kau nampak ceria, bukan?

Bersama teman - teman SP2KM
Lihat ini... Kamu dengan bakatmu yang luar biasa itu... Kamu beda!  
Kamu so multitallented!

Saat mengikuti PEKSIMIDA DIY 2014 cabang monolog


Saat akan tampil di Forestry Got Tallent
Nah ini.. Nggak banyak orang yang tahu kalo kamu suka main kesini...
Panti Asuhan Bina Siwi.
Ya, benar! Kalo kamu sehat, kamu akan sering lagi kesini... Ayuk, jangan lemah!

Bersama teman - teman dan anak asuh Bina Siwi

Senja Ini Aku Merindumu, Ayah



Suatu senja di Yogyakarta
Senja semakin senja saja
Kuterawang makna di balik mega merona itu
Satu makna terselip dari pudaran khas warna emas
Rindu.
Padamu, Ayahku.
Berai hatiku lama tak bersua denganmu

Ayah, di usiamu yang semakin senja ingin rasanya aku menemanimu
dengan secangkir teh pahitmu
yang biasa kau teguk saat nikmati masa indah di tengah kesendirian
Kemudian aku dengan segala kesahku
Melukis harapku dalam belai hangatmu

Ayah, jiwa ini haus dengan kata bijakmu, dengan nasihatmu yang melegakan
Sesekali haus pula dengan amarahmu yang meletup – letup
Tidakkah kau rindu itu ayah?
Yah, senja yang maha indah itu akan selalu kunanti
Mungkin sampai senja usiaku pula




22 Juni 2014

Di Sudut Malam Masih Kau Temui Kemiskinan




Untuk Bapak (calon) Presiden yang Terhormat   


Malam kian melagut
Selarut mata – mata lelah yang telah terpejam
Selarut dewa dewi yang masih mencumbu dalam cinta
Selarut dentuman hingar bingar para muda yang terlampau muda
Di ujung stasiun kereta tua itu berhenti, terlengkapi dengan lengkingannya yang khas
Lalu berduyun – duyun dating segala rupa beradu dengan dinginnya malam

Ada yang tak terlihat di balik langkah kaki arogan itu
Selimut – selimut lusuh, karung bekas kumal, menyelimuti tubuh mereka yang tak kunjung sempat mencicipi nikmatnya duniawi
Oh, lekas tersadarlah dari lamunan
Di sudut – sudut kota masih kau temui orang – orang tua
Yang renta dimakan usia sibuk mengais nasi di gunungan sampah
Kemanakah anak – anaknya?
Di pinggir – pinggir jalan masih kau temui bocah bermata kuyu
menggigil kedinginan, minta disekolahkan
Kemanakah ayah-bundanya?
“ Yang kaya makinlah kaya, yang miskin tetaplah miskin”
Negara macam apa?

Lengkingan kereta tua kembali memekikkan telinga
Dan roda baja itu kembali berputar
Ada perjalanan yang harus dilanjutkan
Tapi tidak untuk mereka yang dicurangi atas nama kekuasaan

Suatu malam, di Yogyakarta
Juni 2014



SUMBER: si-jalang.blogspot.com

Mengadu pada Abu-abu




 
source: http://justanotherunner.wordpress.com/


Dinding beku itu masih diam
Menyapaku pun enggan
Menyisakan deret tanya yang berteriak minta dikeluarkan
Kenapa tak kau tabuh saja genderangnya?
Biar kita mulai awal dari segala hiruk pikuk
Semakin hari waktu semakin melumat raga kita
Serang saja, serang.
Toh yang terkenang akan mengusang, akan terbuang
Kenapa tak kau sulut saja api yang lalu padam?
Kita butuh puncak untuk menuntaskan raungan hati
yang kian mendobrak naluri

Yogyakarta, 19 Juni 2014

Inconvenient Truth, Suatu Ketidakpercayaan terhadap Alam



Sebuah video yang membuat pergolakan batin. Membuka tabir hidup yang selama ini selalu diacuhkan. Membuka fakta tentang ancaman yang tengah dihidupi oleh bumi dan seluruh makhluk hidupnya.
            Manusia selalu mengagumi keagungan dan keindahan alam di bumi tapi lupa bahwa lambat laun bumi semakin tak bersahabat. Al Gore, seorang politisi Amerika, getol memberikan penjabaran dari berbagai penelitian seluruh dunia mengenai kerusakan yang telah terjadi di bumi. Salah satu kerusakan itu yaitu tentang pemanasan global (Global Warming).
            Banyak orang beranggapan bahwa pemanasan global tidak mungkin terjadi mengingat betapa luasnya bumi kita. Tetapi satu ancaman yang memungkinkan terjadinya pemanasan global yaitu adanya bagian terapuh dari sistem ekologi bumi yang dewasa ini terlampau rusak, atmosfer. Lapisan atmosfer sangatlah tipis. Kita bahkan bisa mengubah susunan komposisinya.
            Atmosfer berfungsi sebagai penyelimut bumi yang juga bertugas menyerap panas dan mengembalikan panas dari penyinaran matahari untuk dikembalikan ke angkasa. Banyak manusia skeptic berujar bahwa pemanasan global hanyalah fenomena yang berulang. Bumi kita pernah mencapai suhu 1000o C selama 650.000 tahun. Hal itu juga mungkin akan terjadi saat ini.
            Tapi hal yang mengejutkan adalah konsentrasi karbondioksida pada masa itu sama dengan konsentrasinya di masa sekarang. Padahal suhu bumi saat ini belum mencapai 1000o C. Teori ilmiah mengatakan bahwa jika karbondioksida meningkat maka suhu bumi juga akan meningkat. Keadaan itu menyebabkan atmosfer lebih banyak menahan udara panas dan sinar matahari yang ada di dalam. Saat ini konsentrasi karbondioksida terus meningkat dan diprediksi kurang dari 50 tahun akan mencapai lebih dari 300 bagian per juta.
            Al Gore memperjuangkan penemuan dan fakta ilmiah tersebut pada suatu kongres di Gedung Putih. Sayang, hampir seluruh peserta tidak sepaham dengannya. Pada 3 April 1989, Al Gore memutuskan mengunjungi Antartika, Kutub Utara, Amazon, dan Alaska. Gore ingin membuka wawasan dengan para peneliti disana untuk mengetahui hal – hal yang belum pernah diketahuinya. Gore berprinsip bahwa apa yang kita nikmati saat ini belum tentu dinikmati anak – anak kita di masa mendatang.
            Suhu bumi yang semakin meningkat mengakibatkan peningkatan pada suhu laut. Suhu laut yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya gelombang panas dan badai besar. Hal ini sering tidak diketahui oleh umum. Menganggap bahwa bencana tersebut murni karena siklus atau faktor alam.
                “ Ini era kelambanan, menganggap remeh, menyabarkan, dan mencari masalah. Tiba    saatnya untuk      menemui akibat (Mark Twain)”
            Dampak lain dari pemanasan global yaitu menyebabkan curah hujan meningkat sehingga banjir sering terjadi akhir – akhir ini. Adanya pemanasan global mampu merelokasi tempat terjadinya hujan. Di sisi lain, beberapa daerah digenangi banjir, di sisi lain banyak tempat yang mengalami kekeringan. Ketidakseimbangan alam benar – benar terjadi akibat pemanasan global ini.
            Penelitian menunjukkan bahwa 50 hingga 70 tahun mendatang, dataran es di kutub utara dan kutub selatan akan mencair seluruhnya. Hal ini berdasarkan fakta yang menunjukkan bahwa es di kedua kutub tersebut telah berkurang selama 40 tahun. Bisa dibayangkan jika ini benar terjadi. Diprediksi, permukaan laut seluruh dunia akan naik 20 kaki. Selanjutnya, tentu akan lebih banyak bencana alam yang akan terjadi.
            Masalah pemanasan global sebenarnya didasari oleh faktor penduduk dan penggunaan teknologi. Penduduk yang semakin meledak populasinya mengharuskan sumber daya di bumi di eksploitasi berlebih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penggunaan teknologi mutakhir yang tidak ramah pada alam, membuat bumi semakin tertekan keadaannya. Ditambah hutan, yang memiliki fungsi ekologi terdominan, semakin berkurang luasannya karena harus dialihfungsikan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
            Melakukan kesalahan saat mengelola alam akan berakibat buruk untuk saat ini dan masa mendatang. Kesadaran manusia akan pentingnya menjaga lingkungan semakin meningkat setelah bencana alam sering terjadi. Hal itu dibuktikan dengan disetujuinya Protokol Kyoto, protokol dunia yang mendeklarasikan untuk berjanji mengatasi pemanasan global  bersama. Sayang, hanya  satu Negara, Amerika, yang tidak menyetujui protokol ini. Yang perlu ditekankan dan digarisbawahi oleh Al Gore dalam penanganan pemanasan global ini adalah harus menjauhkannya dari campur tangan politik.

Aku dan Sumarah di Pekan Seni Mahasiswa Daerah (PEKSIMIDA) DIY 2014 (bagian 1)





sumber: www.clipartbest.com


Alhamdulillah usai. Alhamdulilah selesai juga proses panjang itu. Sabtu, 14 Juni 2014 menjadi puncak dari segala usaha itu.

Teater telah menjadi bagian dari kehidupanku.Itulah sebab mengapa aku sampai pada Peksimida ini.Jujur, aku tak pernah ada angan – angan untuk mengikuti Peksimida.Tapi bulanitu, Mei 2014, Teater Gadjah Mada menggelar seleksi Peksimida cabang teater monolog untuk seluruh mahasiswa UGM yang nantinya mewakili kampus ke ajang seni bergengsi itu.

Mendadak pada suatu malam, aku dihubungi oleh ketua Komunitas Seni Kehutanan(KSK) yang mengabarkan soal seleksi Peksimida tingkat Universitas itu. Ada 3 cabang yang ditawarkan olehnya: monolog, baca puisi, dan menulis cerpen. Weeww, aku sangat suka ketiganya! Tapi entah kenapa, hasratku lebih memilih cabang monolog.

Singkat cerita.
Tepat pada tanggal 21 Mei 2014 aku mengikuti seleksi tersebut. Keadaanku saat itu sangat memprihatinkan! Flu berat, batuk kering, dan suaraku hamper hilang! Bukan aku tidak mempersiapkan fisik dengan baik, tapi memang waktu itu aku dihadapkan pada kondisi yang penuh dengan kesibukan ini itu yang cukup menguras tenaga dan membuatku drop. Agak pesimis juga ketika kondisi badanku yang amat sangat tidak fit ini. Tapi pagi itu, sebelum seleksi dimulai, aku berdoa padaNya: Allah, Dian hanya ingin malam ini tampil dalam seleksi monolog dengan lancar. Sungguh tak ada niat besar untuk lolos seleksi.

Saat seleksi, aku membawakan monolog berjudul “Aeng” karya Putu Wijaya.Sungguh! Aku sangat suka dengan monolog ini.Karakternya sangat kuat, emosinya kental, aku banget.Hihi.

Tak ada teman – teman sefakultas yang tahu soal aku yang mengikuti seleksi ini sekalipun aku mengikutinya untuk mewakili Fakultas. Terkecuali Mas Fatah (Kadep PONI LEM FKT) dan Abel (Ketua KSK) yang memang tahu karena mereka berdua yang mendaftarkanku dalam seleksi tersebut.Tiba pada malam itu, seleksi dilaksanakan. Aku hadir disana dengan Mas Rio (my special one, wkwkwk).  Sengaja aku tak membawa massa yang banyak karena kupikir, toh masih seleksi. Takut malah tidak maksimal hasilnya kalau disebarluaskan.

“MAAF SAYA SEDANG BATUK KERING”

Itu tulisan yang kutulis di atas kertas HVS yang kemudian kugantung di leher ketika aku tampil.Maksud dari tulisan itu adalah agar para juri tahu bahwa sejatinya suaraku tidak separau itu. Suaraku yang sebenarnya sungguhlah sangatseksi. Hihihi.

Great. Meski suaraku paraunya minta ampun, tapi aku berhasil membawakannya dengan baik. Sombong dikit ndakpapalah yaa.Wekeeke.

Tibalah pengumuman itu. Jumlah peserta dengan skor tinggi ada 3 orang. Padahal, dari sekian banyak peserta seleksi yang nantinya akan mewakili UGM hanya 2 mahasiswa. Dan, salah duanya adalah peserta dengan skor tinggi yang sama.Itu adalah aku dan Mbak Iim. Akhirnya dilakukanlah seleksi antara aku dan Mbak Iim untuk menemani satu peserta yang telah lolos seleksi dengan skor tertinggi.

Sayang..
Seri lagi.Ya, setelah dilakukan seleksi akhir, skor kami sama lagi. Sempat tertawa geli juga karena kejadian ini.Tapi, aku sangat bersyukur karena setidaknya aku mampu memperoleh hasil yang sedemikian baik meskipun kesehatanku saat seleksi tidak mendukung.

Setelah berunding cukup lama, juri memutuskan untuk member kesempatan berproses pada kami bertiga, yang menjadi jawara seleksi, selama kurang lebih 3 minggu. Dan setelahnya akan diadakan pementasan yang akan menentukan 2 perwakilan dari UGM. Dengan senang hati aku menerimanya. Sekalipun akupaham, pasti butuh lebih banyak energy dan waktu untuk berproses dengan mereka, disamping jugaberkuliah, mengerjakan hal lain, dan lainnya.

Tapi niatku untuk beproses sudah bulat: meningkatkan kualitasku dalam berteater.
Aku memang tidak mengejar angan untuk menjadi perwakilan UGM dalam PEKSMIDA. Semua ingin kulalui seperti air mengalir saja. Semua ingin kulalui dengan senang hati.

(bersambung ke bagian 2)

Yk, 15 Juni 2014