Suatu ketika seorang kawan yang sangat dekat denganku, dengan kehidupanku, berceletuk kalau aku adalah orang yang lemah. Bagaimana tidak? Aku sangat mudah untuk berlinangan air mata. Sangat mudah untuk menangis. Tidak hanya menangis ketika berbenturan dengan hal - hal sedih, berkecamuk, tetapi bahkan juga hal - hal yang lucu sekalipun. Aku sangat mudah untuk menangis.
Entahlah, bagaimana bisa syaraf pusatku ini kok sangat mudah menggerakkan syaraf di indra penglihatan untuk mengeluarkan air mata.
Tetiba saja terlintas dalam benakku, mungkin memang aku orang yang lemah. Sekalipun di luar aku terlihat garang, mudah sekali berderai tawa, terlihat tanpa masalah setiap saat. Oh, sungguh saktinya aku. Bahwa mungkin aku semacam seorang berkepribadian ganda. (Eh tapi bukankah setiap orang demikian?)
"Hidup adalah tentang masalah - masalah, dan perjalanan melewatinya."
Sejatinya manusia hanya akan berkutat dengan dua hal di atas: masalah dan penyelesaian. Bisa kita bayangkan, seorang balita yang sudah harus berhadapan masalah menggerakan syaraf motoriknya untuk bisa berjalan. Seringkali dia menangis karena terjatuh dengan tiba - tiba. Lalu dengan berjalannya waktu, dengan dukungan orangtua dan dorongan dalam dirinya sendiri, balita dapat berjalan. Dengan sangat baik, bahkan tak lama dia bisa berlari. Tidak puas sampai disitu, tentu ada tingkatan lanjut yang diinginkan oleh setiap manusia sekalipun dia masih balita. Ambillah contoh, setelah puas mampu berjalan, keinginannya berlanjut untuk dapat bersepeda. Dan tentunya, ada keinginan pasti ada kendalanya.
Renungkan, sejak kita kecil, kita sudah bersentuhan dengan masalah dan juga sudah akrab dengan bagaimana penyelesaiannya. Seiring berjalannya waktu, masalah yang kita hadapi semakin besar. Penyelesaian yang dibutuhkan pun tidak terbatas pada hal - hal kecil. Seringnya, butuh nyali atau keberanian untuk menyelesaikannya.
"Dan menurutku, keberanian itu terletak pada pikiran. Dan pikiran erat kaitannya dengan hati."
Hati itu bak samudra. Luasnya tiada tara. Samudra yang bersih, akan begitu indah. Samudra yang bersih, memberikan kehidupan panjang untuk biota laut. Samudra yang bersih, menyenangkan untuk setiap makhluk. Serupa juga dengan hati.
Pikiran sangat
bergantung pada kondisi hati. Hati tak bisa terlepas dari bagaimana pikiran
kita bekerja. Ketika mungkin dalam suatu masa, kita bertemu dengan seseorang
yang telah lama membuat hati tersakiti, pikiran kemudian telah termindset bahwa orang itu buruk, orang itu
jahat, tak pantas ditegur sapa, tak pantas ditolong, maka dapat dipastikan
hatinya mengeras atau membara. Jika mungkin pikiran tak termindset demikian, bahwa setiap orang pasti pernah berbuat salah,
bahwa setiap orang yang salah harus dimaafkan, bahwa setiap orang harus
ditolong, maka dapat dipastikan hati benar - benar lembut, tak ada kerak atau
bara disana.
Beberapa orang diciptakan
dengan pikiran dan hati yang selaras, beberapa pula diciptakan dengan pikiran
dan hati yang tak selaras.
Aku sendiri adalah orang
dengan golongan kedua, pikiran dan hati yang tak selaras. Ketika aku
mengerjakan suatu hal dengan resiko besar, pikiran acapkali menginstruksikan “jalani saja!” tetapi hati berbicara “Oh, bagaimana aku mampu?”
Jika sudah begitu, ALLAH
satu - satunya tempatku mengadu. ALLAH adalah pemberi jawaban yang sempurna. Ketika
jarakku denganNYA begitu dekat, aku merasakan suatu kemantapan hati yang luar
biasa. Hingga aku begitu berani memutuskan suatu hal di luar nalar. Tapi ketika
jarakku begitu jauh denganNYA, segala keputusan yang kuambil seringnya egois. Pikiran
begitu memberingas. Hatipun jadi semakin tak tertata.
Pikiran yang seringnya
liar ini tak selaras dengan hatiku yang mudah melunak. I mean, I have a braveness mind, very brave. I often set my mind to go
out from comfort zone. But, how about my heart? It often just looking for a
comfort zone.
Kalau sudah begini, aku
benar - benar merasa betapa kecil dan tak ada digdayanya aku di antara jagad
raya. Kalau sudah begini aku semakin sering datang menjemput ilham. Dan saat
begini pula - lah, aku merasa ALLAH benar sayang padaku. Mengujiku pada kata
pikiran dan kata hati yang seringnya berlawanan.
Pikiranku terus meliar,
mencari kepuasan yang tanpa batas. Tapi seringnya hatiku menjadi suatu alarm. Jika
sudah melebihi batas, maka hati akan memberi tanda tersendiri. Entah bagaimana
caranya, misal saja menangis. Tiba - tiba.
Persoalan pikiran dan
hati memang sangat sulit untuk diuraikan, untuk dicari benang merahnya. Banyak hal
yang mempengaruhi keduanya, utamanya pengaruh dari lingkungan. Untungnya,
manusia selalu dikaruniai banyak pilihan. Pilih yang baik atau buruk (?).
Kembali dengan celetukan
kawanku yang mengatakan aku lemah karena sering menangis. Ini sebenarnya refleks
hati. Aku pun juga tidak tahu. Suka aja gitu nangis dengan tiba - tiba, entah
lagi seneng, sedih, atau lucu sekalipun.
Berbicara soal hati,
siapapun pasti memiliki. Hati yang sedari tadi kuuraikan memiliki maksud: perasaan.
Ketika pikiran membuana dengan bebas, tak pernah ada kata puas, maka justru
hati-lah yang jadi pengendali.
Satu hal yang perlu kita
tahu, hati itu rapuh. Bahwa orang sekaliber preman kota pun, ada saatnya akan menemui
suatu keadaan dimana hatinya begitu rapuh, perlu untuk dibimbing. Hatinya begitu
rapuh, hingga pikiran tak mampu bekerja normal. Dan bagiku,
"Ketika hatiku tak terbuat dari baja, Allah-lah satu-satunya Dzat yang menguatkan hatiku, lebih dari baja"
Hingga aku yakin pada apa yang dinamakan mukjizat dari masalah dan
perjalanan hidup yang tak ada ujungnya. Dan baik hati maupun pikiran, keduanya
bisa sama - sama berada di posisi sebagai pengendali atau sebagai yang dikendalikan.
0 comments:
Post a Comment